Don’t Judge the Book by It’s Cover

Posted in Daily Stories on October 10, 2011 by ovieshofia

Berbeda dengan minggu lalu yang bertema Gold, hari ini perempuan paruh baya itu mengenakan busana bertema silver. Baju putih polos lengan panjang dipadu dengan rok panjang abu-abu bercorak garis lembut, tampak serasi dengan kerudung (scarf) yang bercorak kotak-kotak hitam dan abu-abu, di sudut scarfnya tertera merk yang sangat terkenal itu,“Burberry”, scarf mahal yang tak terlalu besar itu tak menjulur sempurna menutupi dadanya .

Pandanganku kini beralih pada jari jemarinya, sebuah cincin perak berbatu besar putih bulat melingkar di jari manisnya, sedang jari manis yang lainnya memakai cincin berukir masih dengan tema yang sama, silver. Di pergelangan tangan kanan, menjuntai indah gelang berwarna senada, dan di pergelangan tangan kirinya sekali lagi tema Burberry berulang pada jam tangannya. Tak ketinggalan sebuat tas bercorak kotak-kotak putih (sedikit cream) dan abu-abu bermerk Louis Vuitton pun melengkapi kesempurnaan penampilannya.

Aku tidak sedang membicarakan seorang ibu pejabat, atau seorang Boss perusahaan, atau seorang pengusaha hebat. Aku hanya sedang membicarakan tentang guru ngajiku, Ustadzahku, Sister Airin. Jika kau memiliki kesempatan bertemu dengannya, mendengarkan ceramahnya, pasti akan timbul rasa cinta dalam hatimu. Kata-katanya yang lembut, pandangan mata yang penuh kasih, serta senyum yang selalu menghias bibirnya, tak heran jika kami semua sayang padanya.  Entah sudah berapa orang yang mendapat hidayah  Allah, mengucapkan dua kalimat syahadat dengan perantaraannya. Aku tak heran, dengan gaya tutur kata yang halus, pengetahuan agama yang luas serta sangat toleran kepada orang lain, dia mampu mengubah image seseorang tentang Islam yang radikal, teroris dan kumuh itu menjadi sebuah agama yang penuh cinta damai serta bersih dan indah.

Hari itu dia menceritakan tentang seorang laki-laki berwajah kusam, kusut, seorang laki-laki yang telah banyak  melakukan dosa, seorang laki-laki yang siapapun melihatnya pasti tak akan suka. Tetapi dia ingin bertaubat, maka datanglah dia kepada seorang Ulama dan mengakui semua dosa-dosanya, kemudian dia bertanya kepada Ulama itu, apakah Allah SWT akan mengampuni dosa-dosanya? Dengan sinis sang Ulama menjawab, coba saja kamu taruh pelepah kurma yang telah kering di depan rumahmu, kemudian berbuatlah kebaikan untuk menebus dosa-dosamu, jika engkau temui pelepah kurma itu berubah menjadi hijau, maka itu berarti Allah SWT telah mengampunimu.

Dengan bergegas laki-laki itu pulang dan memenuhi semua saran Ulama tadi. Dengan penuh kesabaran laki-laki itu menjalankan kebaikan-kebaikan yang selama ini sama sekali tidak pernah sekalipun dia kerjakan. Sampai suatu hari dia menemukan pelepah kurma itu berubah menjadi hijau. Seketika dia lari menuju ke rumah Ulama itu dengan wajah yang sangat gembira, kemudian mencium tangannya, serta berterima kasih atas saran dari Ulama tersebut. Mendadak sang Ulama terkejut, merah wajahnya menahan malu, kemudian berkata,” Sungguh akulah yang pantas mencium tanganmu, karena kata-kataku dulu itu hanya sebuah cemoohan buatmu, karena aku tak percaya, dengan dosa sebanyak itu Allah akan mengampunimu. Tapi kau memiliki hati yang hebat dan  tulus, sehingga Allah benar-benar mengampunimu.”

Sister Airin dan laki-laki yang telah bertaubat itu, sungguh bagaikan Barat dan Timur, bagaikan bumi dan langit, bagaikan malam dan siang.  Tapi mereka sungguh telah mendapat keistimewaan dari Allah, yang mungkin kita yang merasa telah “sempurna” menjalankan Islam ini belum mendapatkannya atau belum bisa menjalankannya.  Boleh jadi ada perempuan yang berjubah hitam, berkerudung besar bahkan menutup wajahnya, yang seolah menjadi symbol akan kekuatan imannya, tapi belum satu orang pun yang mendapat hidayah karenanya, bahkan mungkin malah takut akan Islam karenanya. Atau seperti cerita di atas, seorang Ulama yang memandang sinis akan seorang laki-laki pendosa, padahal mungkin Allah belum mengampuni dosa-dosanya, sedang Allah telah mengampuni dosa laki-laki pendosa itu. Kita tak bisa dan tak boleh menghakimi seseorang hanya dari penampilan dan apa yang telah dia kerjakan, karena kita tidak tahu seperti apa yang ada dalam hatinya.

Tiba-tiba jadi teringat komentar seorang teman di salah satu foto yang aku pasang sebagai foto profilku di salah satu websiteku.

Teman: “Kenapa kerudungmu tak menutupi dadamu?

Aku    : “Iya, di sini dingin sekali sehingga semua pakaian harus tertutup jaket.”

Teman: “Kan bisa memakai jaket dan kerudungmu kamu biarkan di luar?”

Aku    : “ Tapi sering ada angin dingin yang akan meniup jaketmu  dan itu membuat kamu merasa kedinginan. Di  sini dinginnya sangat ekstrem bisa kurang dari -30 derajad.”

Teman: “Tapi bukankah ayatnya mengatakan julurkanlah kerudungmu sampai menutupi dadamu?”

Astagfirullaah…Aku tak bisa lagi melanjutkan diskusi ini…tiba2 ada sedih menyelinap dalam hati…:(

Serba- Serbi Hisab-Ru’yat (2)

Posted in Religious on September 3, 2011 by ovieshofia

by Rois Fatoni

 

Pertanyaan #2: Bisakah Hisab membatalkan kesaksian Ru’yat ?

Jawab: Bisa.

 

Salah satu pokok ajaran agama Islam adalah kesempurnaan syari’at yang dibawa Rasulullah SAW.

Termasuk dalam kesempurnaan itu adalah syari’at mengenai penanggalan.

Sebagian di antara kita barangkali terlalu jauh dalam mengangan angankan ke-ummiy-an Rasulullah SAW dan para sahabat dalam hal hisab. Kalau yang dimaksud dengan ummiy itu adalah presisi angka angka perkiraan fenomena astronomi yang ada saat ini, hal itu memang benar. Akan tetapi kalau ke-ummiy-an itu diartikan bhw Rasulullah tidak mengerti ihsab sama sekali, perhatikanlah hal hal berikut ini:

 

1. Rasulullah SAW bersabda bahwa umur bulan itu hanya 29 atau 30 hari; tidak bisa kurang dan tidak bisa lebih.

Sabda Rasulullah SAW ini bersesuaian dengan fakta umur sinodik bulan yang sekitar 29.5 hari.

Dengan sabda tsb, maka ru’yatul hilal hanya diperlukan untuk memastikan bhw umur bulan berjalan hanya 29 hari.

Jika tidak ada kesaksian hilal pada tanggal 29 bulan berjalan, maka Rasulullah dan sahabat sudah bisa menghisab penampakan hilal pada tanggal 30; dan tidak perlu diru’yat lagi.

 

2. Rasulullah SAW bersabda bahwa dalam satu tahun yang sama, ada dua bulan yang umurnya tidak mungkin keduanya berumur 29 hari: yaitu dua bulan hari raya: Ramadhan dan Dzulhijjah. Bagi para ahli, sabda ini difahami sebagai jumlah bulan maksimal berturut turut berumur 29 atau 30 hari. Banyaknya jumlah maksimal bulan berturut turut berumur 29 hari adalah 3 bulan, dan banyaknya jumlah maksimal bulan berturut turut berumur 30 hari adalah 4 bulan. Artinya, apabila berturut turut selama 3 bulan berdasarkan kesaksian ru’yah bulan berumur 29 hari, maka bulan keempat harus berumur 30 hari. Pada bulan ke empat ini, kesaksian ru’yah harus ditolak oleh hisab. Demikian pula sebaliknya, jika selama empat bulan berturut turut turut tidak ada kesaksian ru’yah sehingga bulan selalu berumur 30 hari, maka bulan ke lima harus berumur 29 hari. Tidak diperlukan adanya kesaksian ru’yah untuk memastikan bhw bulan berumur 29 hari sebab hisab sudah bisa memastikan tampaknya hilal. Inilah yang dimaksud dalam kaidah fiqih dalam penanggalan: “Hisab berfungsi sebagai penetapan ru’yah atau penolakannya.”

 

Dua hal tsb menunjukkan bhw Rasulullah SAW tidaklah se-ummiy yang kita kira. Syari’at Islam itu sudah lengkap. Dan salah satu kelengkapan syari’at dalam hal penanggalan adalah dua sabda Rasulullah SAW tsb dalam hal hisab disamping sabda beliau yang memerintahkan ru’yat. Artinya apa ? Syariat islam memerintahkan agar hisab (model/prediksi) dipadukan dengan ru’yat (data/observasi). Sebuah perintah yang pada akhirnya mendorong terbentuknya metodologi riset yang membawa kemajuan ilmu dan teknologi, khususnya astronomi hingga mencapai kemajuan seperti yang kita saksikan sekarang ini.

 

Salam,

Rois

Serba serbi Hisab Ru’yat (1)

Posted in Religious on September 3, 2011 by ovieshofia

By. Rois Fatoni

 

Assalaamu’alaikum, wr, wb.

Sekedar sharing pemahaman saya dari diskusi di beberapa milis dan baca baca literatur.

Pertanyaan #1. Perhitungan posisi rembulan dan benda benda langit sudah sangat canggih dengan tingkat akurasi yang sangat tinggi, mengapa tidak menggunakan perhitungan itu dalam penentuan bulan baru ?

Persoalan yang ada di tanah air bukan masalah mau menggunakan hisab atau tidak, tetapi perbedaan definisi hilal yang dijadikan acuan masuknya bulan baru. Ijtima’ yang dikenal sebagai acuan/tanda new astronomical moon jelas tidak ada landasan syar’i-nya. Sebab hilal (lunar crescent) dan ijtima’ (conjunction) itu dua fenomena astronomi yang berbeda. Manusia sejak jaman Babilonia sudah mengenal dan bisa memeperkirakan waktu ijtima’ dan penampakan hilal. Seandainya ijtima’ itu yang diperintahkan Allah dijadikan acuan masuknya bulan baru, tentu Allah akan mewahyukannya kepada naib Muhammad SAW.

Perbedaan definisi hilal kemudian terjadi pada apakah hilal itu adalah “sesuatu yang ada di langit sana” dan tidak terkait dengan pengamatan di bumi, atau “sesuatu yang ada di langit dan terlihat di bumi”. Yang pertama dikenal dengan istilah  hilal hakiki, yang kedua adalah hilal mar’i. Hilal hakiki tidak mempedulikan sama sekali tampak atau tidaknya dari bumi, sedangkan hilal mar’i adalah mempersyaratkan terlihatnya mata oleh bumi dan berbentuk bulan sabit.

Muhammadiyah dalam hal ini memakai hilal hakiki. Artinya, Muhammadiyah hanya menghisab posisi “hilal yang di atas sana” yang sama sekali tidak mempedulikan penampakannya jika dipandang dari bumi. Sehingga, dalam detail perhitungan yang tertuang di dalam buku pedoman hisab Muhammadiyah tidak ada parameter parameter yang mendeskripsikan bentuk hilal, seperti persen iluminasi, panjang busur hilal, dst. Yang ada hanya parameter “tinggi hilal” pada saat matahari terbenam. Itupun, “tinggi hilal” yang dimaksud adalah jarak vertikal titik tertinggi lingkaran rembulan dari horizon.

Adapun penganut hisab imkaanur-ru’yah menghisab hilal mar’i; yaitu hilal yang bisa dilihat dari bumi. Mengapa hilal mar’i ? Karena hilal inilah yang diru’yah oleh Rasulullah dan para sahabat untuk dijadikan acuan sebagai masuknya bulan baru. Perhitungannya lebih kompleks, dan parameter untuk mendeskripsikan hilal pun bukan hanya sekedar “tinggi hilal”, akan tetapi banyak sekali termasuk jarak antara rembulan dan matahari, lebar hilal, dst. Secara teoritis, dari sudut pandangan pemantulan cahaya, hilal dalam pengetian bagian rembulan yang tesinari matahari dan bisa tampak seperti bulan sabit memerlukan jarak perpisahan minimal antara bulan dan matahari. Jarak minimal ini disebut Danjon limit, sebagai tribut bagi andre Danjon yang pertama kali mengemukakan teori tsb. Secara umum, besarnya danjon limit yang diterima di kalangan astronom adalah sekitar 6 hingga 10 derajat. (Banyak orang tidak faham, mengira danjon limit itu adalah tinggi hilal. Padahal bukan. Danjon limit itu adalah jarak sudut perpisahan antara rembulan dan matahari.)

Di samping danjon limit, masih ada lagi besaran besaran lain yang baik secara teoritis maupun secara empiris menjadi syarat bagi terlihatnya hilal dari bumi, antara lain ketinggian hilal. Bagi penganut hilal hakiki, karena hilal tidak definitif sebagai “bulan sabit”, maka syarat “wujud”-nya hilal adalah titik tertinggi rembulan berada diatas ufuk pada saat matahari tengelam. Inilah yang dimaksud bhw wujudul hilal lemah dari sisi astronomi; sebab perhitungan tinggi hilal seperti ini sulit dibuktikan kebenarannya dengan observasi.

Adapun bagi penganut hilal mar’i, parameter tinggi hilal minimal untuk tampaknya hilal bervariasi, tergantung jarak azimuth rembulan dan matahari, jarak elongasi rembulan dan matahari, dst. Oleh karena itu, para astronom mengajukan beberapa kriteria penampakan hilal dengan menggunakan parameter baru yang merupakan gabungan dari tinggi hilal dan lain lain. Beraneka ragamnya kriteria yang tidak memberikan angka eksak itulah yang dijadikan alasan sebagai keengganan oleh Muhammadiyah untuk meninggalkan wujudul hilal.

Baik penganut wujudul hilal maupun imkanur-ru’yah sebenarnya sama sama memakai data data astronomi yang sama dalam perhitungan mereka; dan hasil perhiutngan posisi rembulan dan matahari menghasilkan angka angka yang sama. Akan tetapi karena perbedaan definisi hilal tsb di atas menyebabkan kesimpulan yang berbeda mengenai sudah atau belum masuknya bulan baru.

Yang diperjuangkan Prof. Thomas adalah mengajak para ormas untuk memadukan hisab dan ru’yat untuk menyatukan kalender hijriyah di tanah air. Dulu, NU gigih dengan kriteria ru’yatul hilal yang paling sederhana: asalkan ada yang bersaksi melihat hilal dan berani disumpah maka sudah masuk bulan baru. Kesaksian dibawah sumpah itu harus diterima meskipun secara perhitungan astronomi mustahil hilal bisa terlihat. Sekarang, NU sudah bersedia menggunakan hisab dan teknologi untuk menganulir kesaksian hilal. Demikian pula PERSIS, sudah bersedia menggunakan hilal mar’i dengan hisab imkaanur-ru’yah. Perkembangan ilmu astronomi pun mampu menghasilkan peta visibilitas hilal yang nyaris seragam antara satu model dan model yang lain. Yang masih belum mau beranjak dari pendapatnya adalah Muhammadiyah yang bersikukuh dengan wujudul hilalnya.

Rupa rupanya tahun ini “kesabaran” beliau sudah habis setelah bertahun tahun melobi ahli hisab Muhammadiyah, sehingga akhirnya tahun ini beliau “terpaksa” membuka ke publik apa yang sesungguhnya menjadi kelemahan wujudul hilal baik dari sisi syar’i maupun dari sisi astronomi.

Muhammadiyah Terbelenggu Wujudul Hilal: Metode Lama yang Mematikan Tajdid Hisab

Ekspose beliau ke publik memang tampaknya menjadi “pengadilan” yang memojokkan Muhammadiyah. Namun sejatinya menurut saya, penyampaian kelemahan wujudul hilal tsb adalah bagian dari upaya panjang untuk meluluhkan hati Muhammadiyah agar mau merubah kriteria/definisi hilalnya agar bisa terwujud penyatuan kalender dan hari raya di tanah air. Dengan kata lain, sebenarnya Prof. Thomas ingin mengatakan, “Wahai Muhammadiyah, mengapa kalian bersikukuh dengan wujudul hilal dan memilih melanggengkan potensi perbedaan hari raya; padahal wujudul hilal sendiri bukan satu satunya syari’at yang harus dipegang teguh, bahkan malah kalau mau jujur wujudul hilal itu mengandung kelemahan baik dari sisi syar’i dan dari sisi astronomi” (catatan: istilahnya adalah lemah dari sisi syar’i; dan bukan “tidak syar’i”).

Celakanya, mayoritas orang awam yang tidak faham astronomi mengira bhw Muhammadiyah itu identik dengan hisab yang akurasinya sudah sangat canggih. Padahal, kalau menggunakan kacamata hisab imkaanur-ru’yah, kriteria wujudul hilal itu sudah ditinggalkan para astronom beratus ratus tahun yang lalu. Kriteria wujudul hilal yang dipegang Muhammadiyah baru merupakan “nescessary condition” untuk tampaknya hilal mar’i, yang harus dilengkapi dengan beberapa “sufficient condition” seperti danjon limit, tinggi hilal dll.

Pun demikian halnya kasus idul fitri tahun ini. Para warga dan simpatisan Muhammadiyah bersorak sorai ketika mendapati bhw ada kesaksian ru’yatul hilal, yang mereka kira sebagai sebuah “pembenaran” atas hasil hisab Muhammdiyah. Padahal, yang terjadi sesungguhnya justru sebaliknya: jika kesaksian hilal itu benar, maka kebenaran kesaksian ini meruntuhkan bangunan hisab yang dijadikan dasar oleh Muhammadiyah. Mengapa ? Karena tinggi hilal dalam kesaksian ru’yatul hilal tsb adalah sekitar 4 derajat; padahal hisab Muhammadiyah menghasilkan tinggi hilal baru sekitar 2 derajat.

Demikian sharing dari saya, semoga bermanfaat dan mohon koreksi bila ada kesalahan.

(BERSAMBUNG)

Wassalam,

Rois Fatoni

Liberal dalam Iman, Konservatif dalam Islam

Perkedel Daging

Posted in Recipes on August 12, 2011 by ovieshofia

 

 

 

 

 

 

 

 

Bahan:

300 gr kentang kukus, haluskan

100 gr kentang goreng, haluskan (campuran ini membuat perkedel tidak terlalu lembek dan gampang pecah jika digoreng)

150 gr daging cincang

1 butir telur dikocok lepas

1 butir telur kocok utk celupan

1 sdt garlic powder

1  sdm onion powder

1/2 sdt merica bubuk

1/2 sdt pala bubuk

1 batang seledri cincang halus

garam sesuai selera

minyak untuk menggoreng

1/2 bungkus bumbu kare (merk Bamboe atau Indofood, atau bisa juga memakai bumbu kare dari negara lain, tp tentu rasanya jadi sedikit beda, tidak Indonesia lagi) 🙂

 

Cara Membuat:

1. Tumis bumbu kare sebentar saja, masukkan daging cincang, tumis sampai daging berubah warna dan air daging menyusut. Sisihkan.

2. Campur dua macam kentang, kemudian masukkan semua bumbu, aduk sehingga menyatu

3. Masukkan daging cincang, telur  dan seledri, aduk lagi

4. Ambil sedikit adonan, bentuk bulatan dan pipihkan, lakukan seterusnya sampai adonan habis

5. Celupkan dalam kocokan telur, kemudian goreng sampai kuning kecokelatan, angkat

Sup Buntut

Posted in Recipes on August 12, 2011 by ovieshofia

 

 

 

 

 

 

 

 

Bahan:

1/2 kg Buntut Sapi

3 bh wortel potong 2 cm

3 bh kentang  potong besar setebal 2 cm

2 btg daun bawang

1,5 l air

Irisan Bawang Merah goreng

Bumbu:

5 butir bawang merah, haluskan

1 sdt merica bubuk

1/2 sdt pala bubuk

3 butir cengkeh

2 cm kayu manis (atau sesuai selera)

garam secukupnya

Cara Membuat:

1. Memakai pressure cooker, masak buntut sapi kira2 15 menit dari waktu mendesis

2.Tumis bumbu halus bersama merica dan pala bubuk

3. Masukkan tumisan bumbu ke dalam panci yang berisi buntut yang sudah empuk

4. Masukkan cengkeh, kayu manis dan garam

5. Maukkan wortel dan kentang

6. Setelah wortel dan kentang empuk, sesaat sebelum diangkat masukkan daun bawang

7. Hidangkan hangat2 dengan taburan bawang merah goreng dan sambal kecap

Puding Marmer Hungkwe

Posted in Recipes on August 12, 2011 by ovieshofia

 

 

 

 

 

 

Gampaaaaang banget bikinnya….:)

Bahan:
1 bks tepung Hung Kwe putih

1 ltr santan (aku pake santan kara + air)

250 gr gula pasir

1 sdt garam

1 sdm coklat bubuk

2 sdm air panas

 

Cara Membuat:

1. Cairkan coklat bubuk dengan air panas, sisihkan.

2. Campur tepung hung kwe, gula pasir, garam dan santan, aduk rata hingga tepung larut.
Masak diatas api sedang sampai mendidih dan kental, angkat dari api

3. Masih dalam keadaan panas tuangkan larutan coklat bubuk, dan aduk2 membuat pola marmer

4. Tuang ke dalam loyang yg sudah dibasahi dengan air

5. Setelah dingin, potong2, sajikan. Bisa juga dimasukkan freezer sehingga jadi es ager2…(jd inget masa kecil nih 🙂  )

Sumber:  http://www.ncc-indonesia.com

Fillet Tilapia Lapis Italian Bread Crumbs

Posted in Recipes on August 2, 2011 by ovieshofia

Susah juga mencari judul untuk masakan satu ini. Akhirnya ditulis apa adanya saja :D. Yang ini favourite anak-anak, biasanya anak-anak tidak begitu suka makan ikan karena amisnya. Tapi kalo saya sudah masak yang satu ini, mereka bakalan gak bisa berenti makan, hehehe…mereka bilang ikannya tidak terasa sama sekali.

Ide bread crumbsnya sendiri dapet dari si Buddy (Cake Boss-red), tapi sudah dimodifikasi sehingga rasanya lebih Indonesia  😀

Bahan:

6 potong filet ikan Tilapia (maklum anak saya 4 :D)

300 gr Italian bread crumbs (tepung roti apa aja bisa ding..)

Tepung terigu

2 butir telur kocok lepas

Bumbu :

4 siung bawang putih, dipress dengan garlic press

3 btg seledri dicincang halus (resep aslinya pake parsley)

3 sdm keju parmesan

1/2 sdt mrica hitam bubuk

1 tsp salt (sesuai selera)

Cara membuat:

1. Menggunakan food processor, blend jadi satu bread crumbs, garlic, seledri, keju parmesan, merica bubuk  dan garam.

2. Lumuri ikan dengan garam dan merica bubuk di kedua sisinya

3. Gulingkan ikan ke dalam tepung terigu, telur, kemudian bread crumbnya

4. Goreng di shallow oil (bukan deep frier), sampai golden brown

5. Angkat dan tiriskan

Hidangkan dengan nasi panas dan bake asparagus (Asparagus ditata di loyang, diberi olive oil, dan ditaburi merica hitam bubuk dan garam, bake kira-kira 7 menit)

Sup Ikan Kakap Merah

Posted in Recipes on August 2, 2011 by ovieshofia

Ini menu  favourite suami, rasanya seger banget.  Masaknya gampang  (aku seneng masakan yang praktis-praktis gini, gak ribet bikinnya 😀 ) gak pake tumis-tumisan segala, semua bumbu tinggal dimasukkan di air mendidih aja…

Cobain ya.:)

Bahan:

1 kg ikan kakap merah, dibersihkan dan dipotong-potong (kalo beli di supermarket biasanya dalam bentuk beku dan udah dipotongin, tinggal didefrost dan diberi garam plus perasan jeruk nipis/lemon), diamkan sebentar

2 buah wortel dipotong tipis

2 tangkai celery, dipotong serong

2 tangkai daun bawang, dipotong 1 cm

1 buah tomat dipotong2

10 buah cabe rawit utuh (karena anak2 saya nggak suka pedas, jadi cabe dibiarkan utuh saja)

1,5 lt air (atau dikira2 sendiri ya…maaf, aku sukanya masak cuman pake perasaan aja :D)

Bumbu:

5 buah bwang putih, dirajang

3 cm jahe dirajang

1/2 sdt kunyit bubuk

1 btg sereh, ambil bagian putihnya, geprak

2 lbr daun jeruk

1/2 sdt mrica bubuk

garam sesuai selera

Cara Membuat:

1. Didihkan air kemudian masukkan ikan, tunggu sampai ikan agak empuk dan terlihat sudah mengeluarkan kaldunya (air jadi agak sedikit berminyak)

2. Masukkan bumbu2nya, bawang putih, jahe, sereh, daun jeruk, kunyit dan merica.

3. Bubuhi garam sesuai selera

4. Masukkan wortel dan batang celery

5. Jika wortel sudah agak matang, masukkan tomat, daun bawangnya dan cabe utuhnya

6. Angkat, dan sajikan hangat

Sup Buah

Posted in Recipes on July 31, 2011 by ovieshofia

Menyambut bulan Ramadhan ini, resep pertama yang aku tampilkan adalah Sup Buah. Karena setelah dilanda kehausan seharian, biasanya saat buka puasa kita mencari sesuatu yang manis dan segar. Sup buah cocok untuk menghilangkan dahaga, selain seger dan sehat, sup buah ini sangat gampang sekali di buatnya…

Bahan:

Siapkan buah2an sesuai selera (strawberry, jeruk,anggur, apel, melon, dsb)

Sirup vanila (karena di Canada gak ada, jd bikin sendiri deh, caranya 200 gr gula dicairkan dgn 200 ml air, didihkan, ditambah dengan daun pandan, tunggu sampai dingin)

Yogurt aneka rasa (aku pilih yang rasa peach): 2 cup atau sesuai selera

Cara Membuat:

Potong-potong buah sesuai selera, masukkan larutan gula (sirupnya), tambahkan yogurt, jadi deh..mudah ya…:)

Sekali lagi tentang Poligami (1)

Posted in Religious on January 11, 2011 by ovieshofia

by Rois Fatoni

Berikut ini adalah tulisan saya sesaat setelah berita pernikahan Aa Gym tahun 2007.

Silakan dikomentari atau dikritisi 🙂

Bismillahirrahmaanirrahiim

Saya menulis tulisan ini semata mata ingin mengungkapkan kegundahan perasaan saya berkenaan dengan praktek poligami, khususnya poligami yang dipraktekkan oleh Aa Gym beberapa waktu yang lalu. Mudah mudahan dengan ungkapan perasaan saya ini ada diantara saudara saudara yang bisa memberikan pencerahan sehingga semakin bertambah ilmu yang saya miliki, dan tentu saja keimanan terhadap dienullah al Islam ini.

Saya akan memulai tulisan saya dengan sebuah pertanyaan. Misalkan anda seorang laki – laki mapan, memiliki istri dan beberapa anak yang masih kecil yang membutuhkan keluarga sebagai madrasah pertama dalam kehidupan mereka. Anda tidak mempunyai masalah dalam kehidupan rumah tangga anda, baik itu masalah seksual ataupun masalah lain yang membuat hidup anda dan keluarga anda menjadi tidak harmonis. Kemudian suatu saat anda mempunyai rekan sejawat di tempat anda bekerja, katakanlah seorang sekretaris yang cukup cantik menurut anda, kemudian ada ketertarikan pada hati anda kepadanya sebagaimana tertariknya seorang laki laki kepada seorang wanita. Apa yang akan Anda lakukan ? Apakah anda akan melakukan pendekatan kepadanya untuk meneruskan ketertarikan tadi ke hubungan yang lebih serius dalam sebuah ikatan perkawinan; ataukah anda akan menundukkan pandangan, mencoba mengendalikan hati (me-manage qalbu ) anda dengan berusaha menghindari kontak dengannya ?

Sebagian dari anda barangkali akan menempuh jawaban pertama: anda merancang strategi untuk meneruskan ketertarikan anda ke hubungan yang lebih serius. Tentu saja, melalui pernikahan yang sah. Anda merasa bahwa anda boleh beristri lagi karena agama islam membolehkannya, tentu saja dengan syarat adil. Kecintaan (nafsu) anda kepada sang sekretaris tadi membuat anda begitu yakin bahwa anda akan dengan mudah memenuhi syarat tadi. Langkah pertama dan utama adalah: bagaimana anda memberitahukan hal itu kepada istri dan anak anak anda. Kalau anda mujur, anda akan sangat beruntung jika anda mempunyai istri yang karena besarnya ketaatannya kepada Allah, ia akan memberi jalan kepada anda untuk menggapai “cita – cita” anda. Istri anda “jauh lebih mulia” dari Fathimah putri kesayangan Rasulullah SAW; tatkala ia marah ketika Ali ra. akan menikah lagi. Sebuah kemarahan yang membuat Rasulullah SAW berpidato di muka umum, “Barangsiapa menyakiti hati Fathimah, berarti ia telah menyakiti hatiku”.

Tetapi kebanyakan istri anda pasti akan menolak. Maka langkah logis berikutnya anda akan “mendidik” istri anda agar ia bisa “menghalalkan apa yang Allah halalkan”. Kalau anda beruntung, proses “pendidikan” itu tidak akan memakan waktu yang lama. Tetapi kebanyakan istri anda akan membutuhkan waktu yang lama untuk itu. Kalau tidak kunjung faham, sementara anda semakin ngebet dengan sang sekretaris, maka anda akan menikahi sang sekretaris tanpa sepengatahuan istri anda. Toh, agama islam yang anda fahami tidak mempersyaratkan ijin istri pertama untuk pernikahan anda yang kedua. Anda yakin bhw dengan berjalannya waktu istri pertama anda akan bisa “ikhlas” dan “tabah” menerima kenyataan ini.

Ketika akhirnya semua orang mengetahui bahwa anda telah menikah lagi dengan sekretaris anda yang cantik, dengan bangga anda mengatakan bahwa apa yang telah anda lakukan adalah diperbolehkan di dalam agama islam. Bukan hanya itu, bahkan anda mengaku mengikuti sunnah rasulullah saw. Dengan mantap pula Anda berseru bahwa poligami lebih baik daripada selingkuh (baca: berzina).

Sungguh, bukan seperti itu islam yang selama ini saya kenal dan saya yakini. Dan saya yakin bahwa anda tidak sedang menegakkan sunnah, tetapi sesungguhnya anda sedang menghancurkan agama islam. Kalau boleh berimajinasi, seandainya rasulullah saw masih hidup, beliau akan sangat marah melihat kelakuan anda. (referensi: kemarahan nabi atas rencana Ali mem-poligami Fatimah di atas).

Islam yang saya kenal mengajarkan kepada para pengikutnya agar menundukkan pandangan mereka terhadap lawan jenis. Ketika anda tidak segera menghentikan ketertarikan anda dengan seorang perempuan dan justru memutuskan untuk mengikuti ketertarikan tersebut dengan hubungan lebih lanjut bahkan dengan pernikahan yang sah sekalipun, maka saat itulah anda telah berlaku tidak adil terhadap istri anda. Bagaimana anda akan bisa berlaku adil dalam suatu poligami kalau untuk memulainya saja anda awali dengan ketidakadilan? Islam yang saya fahami mengajarkan kepada saya, kalau saya tertarik kepada seorang perempuan, sedangkan saya mempunyai istri, maka saya diperintahkan untuk menundukkan pandangan dan mendatangi istri saya untuk bersenang senang dan memperoleh kepuasan darinya. Bukan kemudian justru melakukan pendekatan kepada si perempuan tersebut, untuk kemudian secara diam diam menikahinya. Bukan! Bukan seperti itu islam yang saya kenal. Sungguh!

Islam yang saya kenal menjadikan monogamy sebagai default hubungan laki laki dan perempuan. Allah swt menciptakan satu orang Adam dan satu orang Hawa. Demikian pula anak anak Adam semuanya diciptakan berpasang pasangan: satu laki laki untuk satu perempuan.

Hanya saja, karena ulah sebagian manusia yang suka bermusuh musuhan dan menumpahkan darah sesama manusia, maka jumlah wanita pada masa masa perang lebih besar daripada jumlah laki laki. Demikian pula jumlah anak anak yatim yang kehilangan ayahnya membengkak. Dalam konteks inilah Islam memberikan solusi sosial terbaik: poligami. Dalam kondisi seperti ini para laki laki, karena kelebihan fisik yang dianugerahkan kepada mereka, diperbolehkan (bahkan dianjurkan) beristri lebih dari satu. Hal ini dikarenakan memang jumlah perempuan lebih banyak dari pada laki laki. Terutama para janda yang masih memiliki anak anak kecil. Disamping anak anak tadi membutuhkan kehadiran figur ayah dalam masa pertumbuhan mereka, ibu ibu mereka juga membutuhkan suami untuk memenuhi kebutuhan mereka: baik kebutuhan yang bersifat ekonomis, sosial maupun biologis.

Karena pola hubungan monogamy adalah pola hubungan default yang dikehendaki oleh Allah sebagaimana Allah pertama kali menciptakan satu orang Adam dan satu orang Hawa, maka Allah swt akan senantiasa mengembalikan komposisi 50 : 50 dalam jumlah laki laki dan perempuan, meskipun manusia sendiri yang merusak komposisi itu dengan peperangan. Pasca perang dunia II, perbandingan laki laki dan perempuan di Jerman dan negara – negara lain yang terlibat serius dalam perang mencapai 1 : 3. Namun tidak lebih dari 30 tahun setelah itu Allah swt sudah mengembalikan jumlah itu menjadi 1 : 1 kembali.

Disamping sebagai solusi dalam kondisi kondisi masyarakat yang abnormal, poligami juga merupakan jalan keluar untuk individu dalam kondisi yang abnormal. Kondisi abnormal dalam pengertian bahwa seseorang memerlukan untuk beristri (lagi) baik untuk alasan alasan yang bersifat privat maupun alasan alasan yang bersifat publik. Alasan pribadi misalnya untuk menghasilkan keturunan atau pemenuhan kebutuhan boilogis yang lain. Alasan yang bersifat publik misalnya pernikahan pernikahan politis – strategis untuk mendekatkan hubungan dua kelompok masyarakat.

Kebolehan poligami jelas merupakan kebolehan yang betul betul bersyarat ketat. Di masa masa damai seperti sekarang, dimana rasio laki laki dan perempuan masih seimbang, maka pola hubungan yang berlaku adalah monogamy. Dalam situasi seperti ini, maka perintah menikah adalah bagi mereka mereka yang bujang. Ketika ada seorang perempuan yang sudah cukup umur, tetapi tidak memiliki pasangan, baik karena belum menikah maupun berstatus janda, maka perintah menikahi mereka ditujukan kepada para laki laki yang belum punya pasangan; bukan laki laki yang sudah memiliki pasangan.

Ketika kemudian sebagian diantara kita mengingatkan bahwa poligami dipraktekkan oleh Rasulullah SAW dan karenanya poligami adalah sunnah Rasul, maka saya katakan bahwa dalam hal pernikahan, Rasulullah mengalami dua model: monogamy dan poligami. Rasulullah SAW melakukan monogamy dengan Siti Khadijah hingga akhir hayat Siti Khadijah. Dalam periode monogamy inilah beliau membesarkan anak anak beliau. Kalimat terakhir ini penting untuk dicatat, karena kalau kita mau konsisten mengikuti “sunnah” Rasulullah SAW, maka poligami tidak dilakukan ketika Rasulullah SAW sedang membesarkan putra putri beliau. Persinggungan saya dengan orang orang yang tumbuh dan berkembang di dalam keluarga pelaku poligami menunjukkan kepada saya bahwa mereka yang tumbuh dalam keluarga pelaku poligami cenderung mengalami trauma dan merasa dirinya sebagai korban poligami ayah mereka.

Periode poligami Rasulullah SAW dilakukan di masa perkembangan Islam, baik perkembangan ajaran agama Islam itu sendiri maupun perkembangan wilayah Islam. Semua pernikahan rasulullah SAW adalah dalam rangka dua hal tersebut. Pernikahan beliau dengan zaenab, mantan istri zaid, adalah pernikahan atas perintah Allah untuk kepentingan penjelasan status hukum anak angkat yang semula dikira menjadi anak kandung. Pernikahan beliau dengan Shafiyyah binti Huyyay adalah pernikahan yang dengan pernikahan itu ribuan ratusan Shafiyyah terbebas dari tawanan perang. Tidak satupun dari istri istri Rasulullah di masa pernikahan poligami Rasulullah SAW yang bisa memiliki anak yang tumbuh dewasa dari hasil pernikahan tersebut.

Poin saya adalah, tidak benar bahwa poligami adalah sunnah Rasul. Yang benar adalah: pernikahanlah yang di sunnahkan oleh Rasulullah SAW. Apakah pernikahan itu monogami atau poligami, Rasulullah SAW memberikan contoh bagaimana hendaknya kedua model tersebut dilaksanakan.

Sayangnya, tidak banyak diantara aktifis dakwah di negeri ini yang menyampaikan pandangan seperti tersebut diatas. Diskursus yang ada senantiasa berujung pada polarisasi mendukung dan menentang poligami. Lebih parah lagi isu poligami menjelma menjadi dikotomi Islam dan non Islam; dengan Islam sebagai pendukung poligami di satu sisi dan non Islam menjadi anti poligami di sisi yang satunya lagi. (Persis paradigma Bush : Either with us or against us.) Dari sisi dakwah, jelas ini adalah sesuatu yang kontra produktif. Di kalangan para feminis, Islam dengan wajah seperti ini semakin menguatkan justifikasi mereka bahwa Islam adalah agama pembelenggu perempuan. Di kalangan para muallaf, jelas wajah islam seperti ini akan membuat keraguan di hati mereka yang sebenarnya sudah mulai condong ke agama Islam yang hanif ini.

Kembali ke praktek poligami ala Aa Gym, telah terbukti bahwa praktek poligami beliau sangat tidak produktif dari kaca mata dakwah. Bukan hanya pengajian Aa Gym yang sepi dari pengunjung, tetapi hampir semua majelis pengajian terutama pengajian ibu ibu mengalami penurunan peserta. Kenyataan ini semestinya menjadi peringatan bagi kaum muslimin terutama aktifis dakwah untuk tidak gegabah melaksanakan praktek poligami; bahwa poligami tidaklah sesederhana yang kita bayangkan. Tidak sederhana dalam tinjauan syar’i maupun dalam praktek di masyarakat.

Sekali lagi, ini semua adalah ungkapan perasaan dan pengetahuan saya tentang bagaimana agama Islam yang sampai kepada saya memandang masalah poligami. Alangkah naïf apabila kemudian saya bersikukuh bahwa inilah Islam yang paling benar; toh pemahaman saya tentang berbagai persoalan di dalam agama ini mengalami evolusi dari waktu ke waktu. Tetapi paling tidak, untuk saat ini, demikianlah pemahaman terbaik saya tentang poligami.

Mudah mudahan ungkapan perasaan ini bermanfaat bagi diri saya dan para pembaca semua.

CMIIW, Wallahu a’lam bis-showab.

Gonilan, 27 Agustus 2007.



Salam,

Rois